Sejarah Berdirinya NU Cabang Pekalongan


Pekalongan memiliki sejarah penting dalam perkembangan Nahdlatul Ulama. Di kota ini banyak lahir para tokoh dan kiai-kiai ternama yang memiliki kontribusi besar pada perjalanan NU sendiri, maupun bangsa Indonesia pada umumnya. Baik di masa lampau maupun di masa kini. Salah satu catatan yang cukup prestisius, Pekalongan sukses menjadi tuan rumah Muktamar Ke-5 NU pada 1930. 

Kiprah Nahdlatul Ulama di Pekalongan sendiri dapat di telusuri hingga 1928. Pada tahun itulah, secara resmi di Pekalongan didirikan kepengurusan Cabang NU untuk pertama kalinya. Tepatnya pada Sabtu, 9 Rabiul Awal 1347 H/ 25 Agustus 1928 M. Hal ini terungkap dalam pemberitaan di majalah bulanan Swara Nahdlatoel Oelama (SNO).

Pada pukul sembilan malam, diadakan suatu pertemuan di kediaman Haji Nahrawi yang beralamat di Kampung Pesindon, Pekalongan. Saat itu, para kiai, haji, tokoh masyarakat turut hadir. KH Abdul Wahab, seorang pengurus Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO/ Kini PBNU) menjadi tokoh sentral dalam acara itu. Ia didampingi oleh KH Bisri Syansuri yang saat itu masih menjadi Pengurus Cabang NU Jombang. Selain itu juga turut Abdullah Ubaid, tokoh muda NU dari Surabaya. Adapula KH Faqih Maskumambang dari Gresik dan seorang rekannya yang menjadi pengurus Nahdlatul Wathan Cabang Gresik, KH Dlofier Muhammad Rofi'i. 

Sebagai pembuka pertemuan, Kiai Wahab didaulat menjadi pembicara pertama. Ia mengupas tentang maksud dan tujuan dari dibentuknya Nahdlatul Ulama. 

Sak sampune keperluhane sholatu-l-irham, saha nepangaken nami-nami wah pendamelan, lajeng kiai nerus nerangaken maksud-maksudipun jam'iyah Nahdlatul Ulama, demikian tulis SNO. 

Selain itu, Kiai Wahab juga menjelaskan tentang hasil dari Komite Hijaz yang diutus untuk menghadap Raja Saudi Arabia kala itu. Sebagaimana diketahui, komite tersebut bertujuan untuk turut menyelesaikan konflik di tanah suci. Di mana saat itu, mulai terjadi pembatasan terhadap ekspresi keberagamaan kalangan penganut madzab yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia yang berhaluan Wahabi. Ada pula kabar tentang rencana penghancuran makam Nabi Muhammad. 

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, para kiai pesantren lantas membentuk komite untuk melakukan misi diplomatik. Dari pembentukan komite itulah, juga disepakati berdirinya jam'iyah Nahdlatul Ulama.

Setelah itu, pembicara selanjutnya adalah Kiai Bisri Syansuri. Saudara ipar Kiai Wahab tersebut, menjabarkan tentang manfaat ikut serta berorganisasi. Tidak semata di NU, tapi juga di organisasi yang berada di bawah naungan NU. Seperti halnya Nahdlatul Wathan, Nasihin dan Subbanul Wathan yang saat itu telah berdiri di beberapa kota. Mulai dari Surabaya, Malang, Gresik, Jombang hingga Sidoarjo. 

Tentang kiprah dari Nasihin sendiri, dipaparkan oleh Kiai Faqih, terutama kiprahnya di Gresik. Nasihin sendiri merupakan lembaga pengkaderan di bawah naungan NU untuk melahirkan para mubaligh yang siap untuk mendakwahkan serta membela ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah dari pelbagai upaya distortif yang dilakukan oleh kalangan modernis dan lainnya. Lembaga tersebut diresmikan pada Muktamar ketiga NU melalui Majelis Khomis. (Baca: Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama).

Pembicara selanjutnya adalah Abdullah Ubaid. Tokoh muda yang kelak menginisiasi berdirinya GP Ansor itu, memberikan penjelasan tentang isu-isu negatif yang sedang menyerang Nahdlatul Ulama dan underbow-nya. Berita hoaks tersebut, mendiskreditkan NU dan Nahdlatul Wathan sebagai organisasi yang buruk. Lebih parahnya lagi, NU dikabarkan telah bubar. 

Hoaks tersebut, tak hanya diperbincangkan saja, namun juga disebarluaskan melalui surat kabar. Setidaknya ada dua surat kabar yang mengabarkan hoaks tersebut. Yakni surat kabar de Locomotief yang diterbitkan di Semarang oleh beberapa tokoh berkebangsaan Belanda dan surat kabar Bintang Islam yang diterbitkan oleh Fakhrudin dari Yogyakarta. 

Dalam setiap pertemuan dan pengajian, tokoh-tokoh NU menyampaikan klarifikasi atas berita hoaks tersebut. Lambat laun pun masyarakat semakin mengetahui kebenarannya seiring dengan semakin berkibarnya aktivitas Nahdlatul Ulama. 

Uraian panjang lebar dari tokoh-tokoh NU tersebut, berhasil memikat para pemuka agama di Pekalongan. Di wakili oleh Haji Ahmad, mereka menyampaikan rasa syukur atas kunjungan para tokoh NU tersebut serta keinginan mereka untuk mendirikan NU Cabang Pekalongan. 

Keinginan tersebut pun segera ditindaklanjuti. Malam itu pula dipilih pengurus Syuriyah dan Tanfidziyah NU Pekalongan. Saat itu, Kiai Abbas dari Madelan (?) terpilih sebagai Rais. Ia didampingi oleh Kiai Zuhdi dari Kampung Kergon, Pekalongan sebagai wakilnya. Sedangkan posisi katib dipasrahkan kepada Kiai Ismail dari Kampung Kergon.  

Kiai Maksum Kergon dan Kiai Dahlan Krapyak ditunjuk menjadi a'wan. Sedangkan mustasyar dijabat oleh Kiai Amir dari Banyuurip. 

Adapun ketua tanfidziyah atau dulu istilahnya disebut presiden dipercayakan kepada Haji Anbari Ismail. Wakilnya atau Vice Presiden dijabat oleh Haji Ahmad. Sedangkan sekretarisnya bernama Abdullah. Haji Nahrawi yang menjadi tuan rumah pertemuan ditunjuk sebagai kasir (bendahara). 

Selain itu, adapula beberapa orang yang menjadi komisaris atau lembaga jika meminjam terminologi saat ini. Antara lain Masyhuri Pejagalan, Anbari Kurdi Pesindon, Fadloli Kauman, Muhammad Hadi dan Abdul Latief dari Pesindon. 

Tak hanya berhasil menyusun kepengurusan cabang pertama, pada pertemuan itu juga disepakati program kerja pertama yang akan dilaksanakan oleh NU Pekalongan. Programnya adalah menggelar pendidikan keagamaan setiap hari Senin dan Kamis di Masjid Jami Pekalongan. 

Semenjak saat itu, NU Pekalongan terus bergulir hingga saat ini. Tentu dengan segala dinamikanya sendiri. Di setiap rentang zaman dan episode sejarah. (*)

Penulis: Ayung Notonegoro, penggiat sejarah pesantren dan NU. Kini aktif sebagai kerani di Komunitas Pegon. 
Sumber : www.nu.or.id

0 comments:

SEJARAH, MAKNA LOGO DAN DOWNLOAD LOGO IPPNU

Sejarah Lahirnya IPPNU

Sejarah kelahiran IPPNU dimulai dari perbincangan ringan oleh beberapa remaja putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Hasil obrolan ini kemudian dibawa ke kalangan NU, terutama Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU yang akan diadakan di Malang.
Selanjutnya disepakati bahwa peserta putri yang akan hadir di Malangdinamakan IPNU putri.Dalam suasana kongres, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari – 5 Maret 1955, ternyata keberadaan IPNU putri masih diperdebatkan secara alot. Rencana semula yang menyatakan bahwa keberadaan IPNU putri secara administratif menjadi departemen dalam organisasi IPNU. Namun, hasil pembicaraan dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk semacam kesan eksklusifitas IPNU hanya untuk pelajar putra.
Melihat hasil tersebut, pada hari kedua kongres, peserta putri yang terdiri dari lima utusan daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang danKediri) terus melakukan konsultasi dengan jajaran teras Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yakni PB Ma’arif (KH. Syukri Ghozali) dan PP Muslimat (MahmudahMawardi). 
Dari pembicaraan tersebut menghasilkan beberapa keputusan yakni:
  • Pembentukan organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif terpisah dari IPNU
  • Tanggal 2 Maret 1955 M/ 8 Rajab 1374 H dideklarasikan sebagai hari kelahiranIPNU putri.
  • Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan-pembentukan cabangselanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu
  • Umroh Mahfudhoh dan sekretaris Syamsiyah Mutholib
  • PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.
  • Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri kepadaPB Ma’arif NU.

Selanjutnya PB Ma’arif NU menyetujui dan mengesahkan IPNU putri menjadi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Dalam perjalanan selanjutnya, IPPNU telah mengalami pasang surut organisasi dan berbagai peristiwa nasional yang turut mewarnai perjalanan organisasi ini. Khususnya di tahun 1985, ketika pemerintah mulai memberllakukan UU No. 08 tahun 1985 tentang keormasan khususorganisasi pelajar adalah OSIS, sedangkan organisasi lain seperti IPNU-IPPNU, IRM dan lainnya tidak diijinkan untuk memasuki lingkungan sekolah. Oleh karena itu, pada Kongres IPPNU IX diJombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas organisasi dan IPPNU yang kepanjangannya “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama” berubah menjadi “Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama”. Selanjutnya angin segar reformasi telah pula mempengaruhi wacana yang ada dalam IPPNU.
Perjalanan organisasi ketika menjadi “putri-putri” dirasa membelenggu langkah IPPNUyang seharusnya menjadi organisasi pelajar di kalangan NU. Keinginan untuk kembali ke basis semula yakni pelajar demikian kuat, sehingga pada kongres XII IPPNU di Makasar tanggal 22-25Maret tahun 2000 mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikan ke basis pelajar dan penguatan wacana gender. Namun, pengembalian ke basis pelajar saja dirasa masih kurang. Sehingga pada Kongres ke XIII IPPNU di Surabaya tanggal 18-23 Juni 2003, IPPNU tidak hanya mendeklarasikan kembali ke basis pelajar tetapi juga kembali ke nama semula yakni “Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama”.

Dengan perubahan akronim ini, IPPNU harus menunjukkan komitmennya untuk memberikan kontribusi pembangunan SDM generasi muda utamanya di kalangan pelajar putridengan jenjang usia 12-30 tahun dan tidak terlibat pada kepentingan politik praktis yang bisa membelenggu gerak organisasi. Namun perlu juga dipahami bahwa akronim “pelajar” lebihdiartikan pada upaya pengayaan proses belajar yang menjadi spirit bagi IPPNU dalam berinteraksidan bersosialisasi dengan seluruh komponen masyarakat Indonesia dengan mengedepankan idealisme dan intelektualisme.
Makna logo IPPNU :
  • Warna hijau : kebenaran, kesuburan serta dinamis. 
  • Wama putih : kesucian kejernihan serta kebersihan. 
  • Warna kuning : hikmah yang tinggi/ kejayaan. 
  • Segitiga : Iman, Islam dan Ihsan.
  • Dua buah garis tepi mengapit warna kuning : dua kalimat syahadat 
  • Sembilan bintang : keluarga Nahdlatul Ulama, yang diartikan 
  • Satu bintang besar paling atas : Nabi Muhammad SAW. 
  • Empat bintang di sebelah kanan : empat sahabat Nabi (Abu Bakar as, Umar Ibn Khatab as, Usman Ibn Affan as, dan Ali Ibn Abi Thalib as).
  • Empat bintang disebelah kiri : empat madzhab yang diikuti (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali).
  • Dua kitab : Al-Qur’an dan Hadits 
  • Dua bulu bersilang : aktif menulis dan membaca untuk menambah wacana berfikir.
  • Dua bunga melati : perempuan yang dengan kebersihan pikiran dan kesucian hatinya memadukan dua unsur ilmu pengetahuan umum dan agama. Lima titik diantara tulisan I.P.P.N.U. : rukun Islam.

Download logo IPPNU Versi CDR
Klik dibawah ini :

0 comments:

SEJARAH, MAKNA LOGO DAN DOWNLOAD LOGO IPNU

Sejarah lahirnya IPNU

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat IPNU) adalah badan otonom Nahldlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada segmen pelajar dan santri putra. IPNUdidirikan di Semarang pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H/ 24 Pebruari 1954, yaitu pada KonbesLP Ma’arif NU. 

Pendiri IPNU adalah M. Shufyan Cholil (mahasiswa UGM), H. Musthafa (Solo), dan Abdul Ghony Farida (Semarang).Ketua Umum Pertama IPNU adalah M. Tholhah Mansoer yang terpilih dalam Konferensi Segi Lima yang diselenggarakan di Solo pada 30 April-1 Mei 1954 dengan melibatkan perwakilan dariYogyakarta, Semarang, Solo, Jombang, dan Kediri.

Pada tahun 1988, sebagai implikasi dari tekanan rezim Orde Baru, IPNU mengubah kepanjangannya menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, segmen garapan IPNU meluas pada komunitas remaja pada umumnya. Pada Kongres XIV di Surabaya pada tahun 2003,IPNU kembali mengubah kepanjangannya menjadi “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama”. 
Sejak saat itu babak baru IPNU dimulai. Dengan keputusan itu, IPNU bertekad mengembalikan basisnya disekolah dan pesantren.Visi IPNU adalah terbentuknya pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananyasyari’at Islam menurut faham ahlussunnah wal jama’ah yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Untuk mewujudkan visi tersebut, IPNU melaksanakan misi: 
(1) Menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama dalam satu wadah organisasi; 
(2) Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai penerus perjuangan bangsa; 
 (3) Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi dengan menyusun landasan program perjuangan sesuai dengan perkembangan masyarakat (maslahah al-ammah), guna terwujudnya khaira ummah; 
(4) Mengusahakan jalinan komunikasi dan kerjasama program dengan pihak lain selama tidak merugikan organisasi. 

Sebagai salah satu perangkat organisasi NU, IPNU menekankan aktivitasnya pada programkaderisasi, baik pengkaderan formal, informal, maupun non-formal. Di sisi lain, sebagai organisasi pelajar, program IPNU diorientasikan pada pengembangan kapasitas pelajar dan santri, advokasi, penerbitan, dan pengorganisasian pelajar.Kini IPNU telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah di tingat provinsi dan 374 Pimpinan Cabang ditingkat kabupaten/kota. 

Logo IPNU

Makna Logo IPNU
  • Warna hijau melambangkan subur, 
  • kuning melambangkan hikmah yang tinggi dan putih bermakna kesucian. 
  • Warna kuning diantara putih melambangkan hikmah dan cita-cita yang tinggi.
  • Bentuk bulat bermakna kontinyu (terus menerus).
  • Tiga titik diantara kata I.P.N.U bermakna Islam, Iman,Ihsan.
  • Enam strip penggapit huruf I.P.N.U bermakna rukun man.
  • Bintang berarti ketinggian cita-cita.
  • Sembilan bintang : lambang keluarga Nahdlatul Ulama. (Satu bintang paling besar di tengah : Nabi Muhammad SAW. Empat bintang di kanan dan di kiri : KhulafaurRasyidin, yakni Abu Bakar as Shidiq ra, Umar bin Khatab ra, Utsman bin Affan ra dan Ali bin Abi Thalib ra. Empat bintang di bawah : madzhab empat, yaitu Hambali, Hanafi, Maliki, dan Syafi’i).
  • Dua kitab : al-Qur’an dan Al-Hadits.
  • Bulu lambang ilmu.Dua bulu angsa bersilang melambangkan sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama islam.
  • Sudut bintang lima bermakna rukun islam.

 DOWNLOAD LOGO IPNU Versi CDR
Klik dibawah ini :
https://drive.google.com/open?id=1_20su6U35qF71VcRLhVpervg0BvigcTu

0 comments:

SEJARAH BERDIRI, DOWNLOAD LOGO DAN MAKNA LOGO FATAYAT NU

Sejarah Kelahiran Fatayat NU


(Tiga Serangkai Perintis Fatayat NU : Murthasiyah, Khuzaimah Mansur, dan Aminah)

Berdirinya Fatayat NU tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi induknya, dan sejarah Indonesia sebagai tanah airnya. Penjajahan selama bertahun-tahun telah menyebabkan bangsa Indonesia terpuruk. Perjuangan melawan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan keterpurukan akibat penjajahan ini kemudian mengkristal dan melahirkan semangat kebangkitan di seantero negeri hingga mencapai puncaknya pada tahun 1908 yang dikenal sebagai tahun Kebangkitan Nasional. Kalangan pesantren merespon spirit ini dengan membentuk berbagai organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916, Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran) pada 1918 yang bergerak di bidang pendidikan sosial politik, Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Saudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. 
Sementara itu, di Saudi Arabia terjadi perkembangan cukup penting di mana Raja Ibnu Saud ingin menjadikan Madzhab Wahabi di Mekah sebagai asas tunggal dan karenanya ingin menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun Pra-Islam yang selama ini kerap diziarahi karena dianggap bid'ah. Perkembangan ini disambut baik oleh kelompok modernis di Indonesia, baik oleh kalangan Muhammadiyah pimpinan oleh Ahmad Dahlan, maupun oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Sebaliknya kalangan pesantren menolaknya. 
Perbedaan sikap ini menyebabkan kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres al-Islam di Yogyakarta pada tahun 1925 dan tidak dilibatkan dalam Mu'tamar 'A'lam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keinginan Raja tersebut. Kalangan Pesantren kemudian membuat delegasi sendiri bernama Komite Hejaz yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang diwakili oleh Komite ini dan tantangan dari umat Islam dari berbagai penjuru dunia, akhirnya Raja pun mengurungkan niatnya. Hingga saat ini Mekah membebaskan umat Islam dengan madzhab apapun untuk beribadah, dan peninggalan sejarah serta peradaban yang snagat berharga nilainya pun tidak jadi dihancurkan. 
Penolakan Kongres al-Islam di Yogyakarta pada kalangan pesantren, keberhasilan misi Komite Hejaz, dan telah adanya organisasi-organiasi kecil di kalangan pesantren kemudian mendorong mereka untuk membentuk organisasi besar yang bisa mewadahi seluruh kalangan pesantren. Pada tanggal 31 Januari 1926 bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H masih dengan semangat kebangkitan dibentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) dan memilih KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar. 
NU memang dikenal sebagai organisasi Muslim tradisional dan sejak awal anggotanya adalah laki-laki. Namun demikian, pemimpin NU sejak awal telah merespon isu-isu perempuan secara progresif. KH. Wahid Hasyim yang merupakan putera KH. Hasyim Asy'ari misalnya pernah membolehkan perempuan menjadi seorang hakim. Isu perempuan semakin mendapatkan perhatian ketika Kiai Dahlan mengusulkan berdirinya organisasi perempuan NU di Kongres NU ke XIII di Menes Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938. Kongres ini sangat penting karena mulai membicarakan tentang perlunya perempuan mendapatkan kesamaan hak untuk mendapatkan didikan agama melalui NU. Ketika itu kongres baru menyetujui perempuan untuk menjadi anggota NU yang hanya bisa menjadi pendengar dan pengikut dan tidak boleh duduk dalam kepengurusan. 
Perkembangan penting kembali terjadi pada kongres NU ke XV di Surabaya pada tanggal 5-9 Desember 1940. Ketika itu, terjadi perdebatan sengit merespon usulan agar anggota perempuan NU mempunyai struktur pengurusnya sendiri di dalam NU. Kiai Dahlan termasuk mereka yang gigih memperjuangkan agar usulan tersebut diterima. Hingga sehari sebelum kongres berakhir, peserta tidak mampu memutuskan hingga akhirnya disepakati untuk menyerahkan keputusan akhirnya pada Pengurus Besar Syuriah NU. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Kiai Dahlan untuk mendapatkan persetujuan secara tertulis dari KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahab Hasbullah. Setelah didapatkan, maka peserta kongres pun dengan mudah menyetujui perlunya anggota perempuan NU untuk memiliki struktur kepengurusannya sendiri di dalam NU. Pada Kongres NU ke-XVI di Purwokerto tanggal 29 Maret 1946, struktur kepengurusan anggota perempuan NU disahkan dan diresmikan sebagai bagian dari NU. Namanya ketika itu adalah Nahdhlatul Ulama Muslimat yang disingkat NUM. Ketua pertama terpilihnya adalah Ibu Chadidjah Dahlan dari Pasuruan yang tak lain adalah isteri Kiai Dahlan. 
Kebangkitan perempuan NU juga membakar semangat kalangan perempuan muda NU yang dipelopori oleh tiga serangkai, yaitu Murthasiyah (Surabaya), Khuzaimah Mansur (Gresik), dan Aminah (Sidoarjo). Pada Kongres NU ke XV tahun 1940 di Surabaya, juga hadir puteri-puteri NU dari berbagai cabang yang mengadakan pertemuan sendiri yang menyepakati dibentuknya Puteri Nahdlatul Ulama Muslimat (Puteri NUM). Mereka sebetulnya sudah mengajukan kepada Kongres NU agar disahkan sebagai organisasi yang berdiri sendiri di dalam NU, namun Kongres hanya menyetujui Puteri NUM sebagai bagian dari NUM. Dalam dua tahun, Puteri NUM meminta agar mempunyai Pimpinan Pusatnya sendiri yang terpisah dari NUM karena organisasi Puteri NUM di tingkat Cabang terus bertambah. 
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kemudian menyetujui pembentukan Pengurus Pusat Puteri NUM yang diberi nama Dewan Pimpinan Fatayat NU pada tanggal 26 Rabiul Akhir 1939/14 Februari 1950. Selanjutnya Kongres NU ke-XVIII tanggal 20 April-3 Mei 1950 di Jakarta secara resmi mengesahkan Fatayat NU menjadi salah satu badan otonom NU. Namun berdasarkan proses yang berlangsung selama perintisan hingga ditetapkan, FNU menyatakan dirinya didirikan di Surabaya pada tanggal 24 April 1950 bertepatan dengan 7 Rajab 1317 H. Pucuk Pimpinan Fatayat NU pertama adalah Nihayah Bakri (Surabaya) sebagai Ketua I dan Aminah Mansur (Sidoarjo) sebagai Ketua II. Kepengurusan pada waktu itu hanya mempunyai dua bagian, yaitu bagian penerangan danpendidikan.


Arti Lambang:
  • Setangkai bunga melati, adalah lambang yang murni
  • Tegak di atas dua helai daun, berarti dalam setiap gerak langkahnya Fatayat tidak lepas dari pengawasan bapak dan ibu (NU dan Muslimat)
  • Di dalam sebuah bintang, berarti gerak langkah Fatayat selalu berlandaskan perintah Allah dan Sunnah Rasulullah.
  • Delapan bintang, berarti empat khalifah dan empat mazhab.
  • Dilingkari oleh tali persatuan, berarti Fatayat NU tidak keluar dari Ahlussunnah waljamaah 6. Dilukiskan dengan warna putih di atas warna dasar hijau, berarti kesucian dan kebenaran.



DOWNLOAD LOGO FATAYAT NU Versi CDR
Klik dibawah ini :
https://drive.google.com/open?id=1U7IGX2gIBfSBbB2KqSa_X5gr4jyT4E-5

0 comments: